Senin, 11 November 2013

Masalah Sosial

Pengertian Masalah Sosial
Dalam jangka waktu masyarakat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan, timbullah masalah sosial yang merupakan akibat dari interaksi sosial antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok.
Masalah sosial diartikan sebagai sebuah kondisi yang tidak diharapkan dan dianggap dapat merugikan kehidupan sosial serta bertentangan dengan standar sosial yang telah disepakati.
Dalam mendefinisikan masalah sosial ada 2 pendefinisian yaitu menurut umum dan menurut para ahli. Menurut umum atau warga masyarakat bahwa masalah sosial adalah “segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum” sedangkan menurut para ahli masalah sosial adalah “suatu kondisi atau perkembangan yang terwujud dalam masyarakat yang berdasarkan atas studi mereka, yang memepunyai sifat-sifat yang dapat menimbulkan kekacauan terhadap kehidupan warga masyarakat secara keseluruhan”.
       Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa masalah sosial adalah ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial, atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut, sehingga menyebabkan ketidaksesuaian ikatan sosial.[1]     
2.2 Faktor Yang Melatar belakangi Lahirnya Masalah Sosial
Ada beberapa faktor yang melatar belakangi terbentuknya masalah sosial antara lain :[2]
¨      Perbedaan Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu, individu bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi kepentingannya, kepentingan ini sifatnya esensial (penting)  bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri, jika individu berhasil dalam memenuhi kepentingannya maka ia akan merasa puas, dan sebaliknya kegagalan dalam memnuhi kepentingan ini akan banyak menimbulkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang berbeda akan memungkinkan timbulnya perbedaan individu dalam kepentingan. Perbedaan kepentingan tersebut antara lain :
a.       Kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang.
b.      Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri.
c.       Kepentingan individu untuk memperoleh penghargaan diri.
d.      Kepentingan individu untuk memperoleh posisi dan prestasi.
e.       Kepentingan individu untuk memperoleh untuk dibutuhkan orang lain.
f.       Kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan dalam kelompoknya.
g.      Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri.
h.      Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri.
¨      Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka dan diskriminasi merupakan tindakan yang dapat merugikan pertumbuhan, perkembangan masyarakat. Prasangka mempunyai dasar pribadi dimana setiap orang memilikinya. Prasangka ada yang sifatnya baik dan ada pula yang sifatnya buruk, yang dapat menimbulkan masalah sosial disini adalah prasangka yang bersifat buruk.  Prasangka bisa diartikan sebagai suatu sikap yang terlampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap suatu realita. Dalam kehidupan sehari-hari, prasangka ini banyak di pengaruhi oleh emosi-emosi, maka jika prasangka itu disertai rasa permusuhan semuanya tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga dapat mengakibatkan kesalahpahaman dan permusuhan, akibatnya timbul masalah sosial.
Apabila seorang individu mempunyai prasangka yang tidak baik maka biasanya akan bertindak diskriminatif terhadap ras yang diprasangkainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa diskriminasi adalah akibat dari prasangka.
¨      Konflik dalam Kelompok
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu, misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai kepada lingkup yang lebih luas, yakni kelompok masyarakat.
Para ahli sosial penulis seperti Berstein, Cosser, Follet, Simomel, Wilson dan Ryland memandang konflik sebagai sesuatu yang tidak dapat dicegah timbulnya, konflik mempunyai potensi untuk memberikan pengaruh positif maupun negatif dalam berbagai taraf interaksi manusia. Konflik yang memberikan pengaruh negatif inilah yang dapat menyebabkan pertentangan sosial.[3]
2.3 Macam-Macam Masalah Sosial
      Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 faktor yaitu :
¨      Faktor ekonomi
Faktor ini merupakan faktor terbesar terjadinya masalah sosial. Apalagi setelah terjadinya krisis global PHK mulai terjadi di mana-mana dan bisa memicu tindak kriminal karena orang sudah sulit mencari pekerjaan,diantaranya kriminal itu sering terjadi penjambretan dan perampokan. Pencurian dan perampokan merupakan salah satu masalah sosial yang dihadapi masyarakat. Jika terjadi pencurian atau perampokan, masyarakat akan resah dan takut. Masyarakat tidak merasa aman. Itulah sebabnya mengapa pencurian atau perampokan digolongkan sebagai salah satu masalah sosial.
¨      Faktor budaya
Kenakalan remaja menjadi salah satu contoh masalah sosial yang sampai saat ini sulit dihilangkan karena remaja sekarang suka mencoba hal-hal baru yang berdampak negatif seperti narkoba, padahal remaja adalah aset terbesar suatu bangsa merekalah yang meneruskan perjuangan yang telah dibangun sejak dahulu.
¨      Faktor biologi
Dalam faktor biologi ini dapat dicontohkan seperti penyakit menular, dalam kasus ini bisa dinamakan masalah sosial karena dengan adanya penyakit menular tadi ada sebagian golongan  masyarakat yang merasa terganggu. Contoh seperti di Madura ada semacam penyakit “teking cube’ atau pusta. Penyakit itu dipercayai bisa menular sampai 7 turunan. Ketika ada orang di Madura yang terkena penyakit tersebut maka para masyarakat menjahuinya karena penyakit itu dianggap menjijikkan selain menjijikkan penyakit tersebut juga bisa menular ke orang lain.
¨      Faktor psikologis
 Faktor psikologis ini lebih mengarah pada jiwa seseorang. Seperti orang gila, dapat dikatakan sebagai masalah sosial karena saat keadaan jiwa mereka sedang tidak stabil maka orang gila tersebut  dapat meresahkan warga, seperti mengamuk dan yang lebih fatal dapat melakukan tindakan kriminal.



[1] Suryono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1998) hal 399
[2] Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, IAD-ISD-IBD, hal109
[3] Kartini kartono, Patologi Sosial, (Jakarta : PT raja Grafindo Persada, 2011) hal 45

Perubahan Sosial

 Perubahan Sosial
           Perubahan sosial merupakan suatu proses suatu proses dalam sebuah sistem sosial yang tampak dalam bentuk perbedaan-perbedaan yang dapat diukur dan terjadi dalam kurun waktu tertentu. Misalnya suami dalam keluarga tradisional mempunyai peran yang sangat menentukan. Jika suami tidak bekerja, kehidupan keluarga akan berantakan. Tidak demikian halnya dengan keluarga modern dimana banyak istri yang ikut berperan dalam mencari nafkah untuk keluarga. Sedangkan suami tidak selalu menjadi penentu dalam keluarga. Ia tidak selalu mempunyai peran yang dominan. Jadi, dapat dikatakan bahwa dalam kurun waktu tertentu telah terjadi perubahan sosial. Perubahan sosial budaya dalam masyarakat banyak sekali bentuknya, antara lain perubahan norma, nilai, pola perilaku, peralatan hidup, pandangan hidup, dan sebagainya.
Perubahan sosial pada contoh di atas merupakan perubahan yang menyangkut struktur sosial dan pola-pola hubungan sosial. Perubahan itu mencangkup perubahan sistem status, hubungan-hubungannya dalam keluarga, sistem politik, kekuasaan, dan penyebaran penduduk.
Banyak para ahli sosial yang meberikan arti atau makna perubahan sosial secara berbeda. Robert Morrisom Maciver, misalnya, berpendapat bahwa perubahan sosial adalah perubahan dalam bidang hubungan sosial atau perubahan terhadap keseimbangan dalam hubungan sosial tersebut. Hubungan sosial di sini dimaksudkan sebagai relasi antar individu dengan masyarakat maupun antar kelompok yang satu dengan kelompok sosial lainnya di dalam sebuah masyarakat. misalnya 20 tahun yang lalu masyarakat di desa A adalah petani. Hubungan antar anggota masyarakatnya bersifat kekeluargaan dan penuh semangat gotong royong. Namun desa A kini sudah berubah menjadi kawasan industri. Hubungan antar anggota masyarakat pun bersifat instrumental, artinya orang berhubungan dengan orang lain sejauh orang lain memberi dia keuntungan ekonomi. Maka disitu hubungan antar individu dengan masyarakat maupun kelompok sosial yang satu dengan yang lainnya mengalami perubahan. Tidak lagi kesetaraan dan keseimbanangan dalam hubungan sosial, karena perbedaan status ekonomi, kedudukan sosial, dan sebagainya. Inilah yang dimaksud dengan perubahan sosial menurut Maciver.
           Sementara itu, Selo Soemardjan memahami bahwa bahwa perubahan sosial terjadi dalam seluruh kejadian manusia, baik menyangkut nilai yang menjadi patokan hidup maupun perilaku manusia itu sendiri. Dengan kata lain yaitu perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dai dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistemnya.[1]Contohnya yakni perubahan pada sarana transportasi. Sekarang orang berpergian naik bis, taxi, sepeda motor, mobil, atau angkot. Sedang beberapa decade lalu, orang masih menggunakan dokar. Perubahan sosial ini sekaligus mempengaruhi perubahan nilai dan perilaku.[2]
           Ditemukan dalam litelatur lain tentang konsep perubahan sosial, yaitu perubahan sosial sebagai suatu konsep mempunyai akar yang lain dibandingkan dengan konsep pembangunan[3].  Dalam menganalisis perkembangan masyarakat dan perubahan sosial yang terjadi, sangat pentinglah untuk melihat perubahan dalam sistem ekonomi , terutama dalam sistem produksi. Namun, dalam analisis perubahan sosial yang mendalam perlulah menelaah lebih dari sekedar melihat bentuk-bentuk produksi. Berbagai faktor yang perlu dilihat sebagai komponen penting dalam analisis[4]:
a)      Tingkat analisis yang berbeda, tetapi saling terkait
b)      Faktor-faktor internal dan eksternal dalam masyarakat yang bersangkutan
c)      Penyebab
d)     Pelaku-pelaku perubahan
e)      Sifat perubahan (berangsur-angsur;radikal)
           Perubahan juga dapat terjadi karena proses imitasi kebudayaan. Generasi muda melakukan imitasi terhadap apa saja yang ada dalam kebudayaan generasi tua. Karena proses imtasi ini hanya dilakukan memalui proses meniru bentuk-bentuk yang dianggap perlu, bentuk kebudayaan yang dihasilkan hanya sedikit berbeda dari kebudayaan sebelumnya. Dalam hal ini, terjadi perubahan yang terjadi secara lambat namun pasti. Perubahan itu baru dapat diketahui setelah jangka waktu yang cukup lama dalam bentuk proses pe-warisan kebudayaan yang tidak sempurna. Dalam peristiwa itu terdapat unsur-unsur kebudayaan yang tidak terwariskan. Unsur-unsur ini biasanya berisi hal-hal yang dianggap tidak mempunyai nilai penting bagi generasi pewarisnya.
           Konsekuensi yang timbul akibat perubahan sosial tidak selalu sama. Ada perubahan sosial yang mempunyai dampak kecil dan kurang berarti. Contohnya adalah perubahan pada mode pakaian atau rambut. Bidang perubahan ini tidak mempunyai pengaruh  dalam bidang politik. Ada juga perubahan sosial yang mempunyai dampak besar. Contohnya ialah revolusi industri. Revolusi industri selain merubah cara menghasilkan barang-barang industri, juga merubah sendi-sendi kehidupan masyarakat. Revolusi industri juga memunculkan imperialisme modern.
           Ada juga dampak perubahan sosial yang muncul secara lambat dan bertahap. Contohnya adalah program KB. Dengan program ini, diharapkan tidak aka nada peledakan penduduk dan diinginkannya membentuk keluarga kecil dan sejahtera. Jadi, 2 anak cukup untuk mengurangi padatnya penduduk dan teraturnya perekonomian keluarga tersebut. Namun banyak yang mempunyai pola berfikir jika, “banyak anak akan mempunyai banyak rizki.” Dan pemikiran itu terus tertanam karena juga merupakan sebuah tradisi.
           Terdapat dua faktor penyebab perubahan sosial, yaitu faktor intern dan ekstern. Sumber perubahan ada yang berasal dari masyarakat itu sendiri. Hal itu dapat dikatakan sebagai faktor interm. Misalnya pertentangan antargolongan dalam masyarakat itu sendiri, demografi, penemuan baru, dan lainnya.  Ada juga yang berasal dari luar, hal ini disebut faktor eksterm. Contonya, pengaruh dari budaya masyarakat lain, faktor alam, dan sebagainya.[5]
           Ciri-ciri perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat ialah sebagai berikut:
1.      Setiap masyarakat mengalami perubahan, baik secara lambat maupun cepat sehingga tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya.
2.      Perubahan yang terjadi dalam suatu lembaga kemasyarakatan akan diikuti oleh perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya. Hal ini disebabkan bahwa lembaga-lembaga sosial itu bersifat independen akan saling berpengaruh, sehingga sulit sekali untuk mengisolir perubahan pada lembaga-lembaga sosial tertentu.
3.      Perubahan sosial yang cepat biasanya menimbulkan disorganisasi yang bersifat sementara karena berada dalam proses penyesuaian diri. Disorganisasi tersebut akan dilanjutkan dengan reorganisasi yang akan menimbulkan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang baru.
4.      Perubahan sosial terjadi dalam bidang material atau juga immaterial karena keduanya memilki timbal-balik.
5.      Secara tipologis, perubahan sosial dapat dikategorikan dalam beberapa bentuk, yaitu:
a.       Proses sosial, yaitu pergantian beragam penghargaan, fasilitas, dan anggota dari suatu struktur.
b.      Segmentasi atau pembagian, yaitu pemekaran unit-unit struktur yang tidak terlalu berbeda dengan unit-unit yang telah ada.
c.       Perubahan struktur, timbul peran dan organisasi yang baru.
d.      Perubahan struktur kelompok, yaitu pergantian komposisi kelompok, tingkat kesadaran kelompok, dan hubungan antarkelompok dalam masyarakat.[6]
2.2. Dampak Perubahan Sosial terhadap Patologi Sosial
Perubahan dalam kehidupan sosial bisa terjadi akibat berbagai hal di dalam kehidupan. Meskipun tidak semua gejala tersebut dapat dianggap sebagai perubahan sosial. Berikut adalah beberapa hal yang bisa dikatakan sebagai gejala yang mengakibatkan terjadinya perubahan sosial:
1.      Perkembangan masyarakat yang tidak bisa terhenti karena adanya perubahan, baik secara lambat maupun cepat, seperti pemaparan sebelumnya.
2.      Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan akan sangat berpengaruh terhadap perubahan lembaga sosial lainnya.
3.      Munculnya berbagai patologi sosial akibat perubahan tersebut.
4.      Perubahan yang terjadi tidak hanya sebatas fisik atau materiil, tapi juga jauh di luar itu.
Terkait itu Kartini Kartono menyatakan pendapatnya tentang patologi sosial. Menurutnya, penyimpangan merupakan tingkah-laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata dari rakyat kebanyakan. Intinya ialah semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal. Pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidariatas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal inilah yang dinamakan Patos. Maka beberapa individu yang menentang norma yang ada dan hal-hal yang dipaparkan diatas itu dapat disebabkan oleh adanya perubahan sosialnya.
Tindak kriminal yang dilakukan juga merupakan kegiatan yang menyimpang atau patologi sosial. Karena seseorang yang melakukan tindak kriminal itu merupakan orang yang menentang atau memusuhi sosial (antisosial). Jadi, sikap atau kelakuannya tidak sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Apapun bentuk penyimpangan tersebut, masyarakat tidak menghendaki dan membencinya, bahkan akan memberi sanksi bagi pelakunya. Anggapan tentang perilaku menyimpang antara masyarakat satu dengan yang lain terkadang juga berbeda. Ada yang menganggap menyimpang, namun di sisi lain ada yang menganggap itu adalah hal yang biasa saja. Tindak-tindak kriminal tersebut muncul karena adanya perubahan dari sisi struktur pemerintahan dan kebijakannya, ataupun adanya kapitalisasi sosial.[7]
2.3. Kusni Kasdut Pelaku Kriminal Akibat Perubahan Sosial
           Ada yang mengatakan bahwa Kusni Kasdut ialah Robin Hood ala Indonesia. Di sisi lain, ia melakukan berbagai tindakan kriminal. Namun, di sisi lain ia mempunyai sisi kepahlawanan yang seharusnya di hargai. Kusni Kasdut adalah salah-satu pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia turut membantu untuk melawan Belanda. Sebelum ikut berperan dalam melawan Belanda, Kusni Kasdut bertekat untuk menjadikan dirinya sebagai TNI resmi. Namun ia ditolak karena dikatakan namanya tidak masuk sebagai warga kesatuan. Sedang Kusni sendiri bernama asli Waluyo. Seorang yang sejak kecil menjadi yatim dari keluarga miskin di Blitar. Tentu saja, seperti halnya Robin Hood, perbuatan Kusni Kasdut didasari oleh faktor ekonomi. Kusni Kasdut merasa tidak dihargai seperti pahlawan Nasional lainnya. Lalu karena Kusni Kasdut tidak merasa diperlakukan adil, maka ia dengan beberapa orang yang ia pimpin mencoba membentuk komplotan perampok. Berbagai tindakan kriminal ia lakukan pada era 1960an. Beberapa orang yang ia pimpin mempunyai kesamaan sejarah hidup. Mereka sama-sama tidak mendapat penghargaan sebagai pejuang.

          
Harapan untuk mendapat gelar yang dihargai sebagai pejuang kini menjadi sebaliknya. Ia sangat terkenal pada eranya sebagai penjahat kelas kakap. Namanya dikenal dan sangat masyhur dengan kejahata yang dilakukannya. Namun di masa sekarang masih ada ada orang-orang yang sangat haru mendengar cerita tentang Kusni Kasdut ini. Tentag pemberontakannya, ketidakterimaannya, bahkan beberapa penyanyi membuatkan lagu mengenang kepedihannya. Ia dihukum mati di daerah Gresik.
Selain faktor ekonomi, perbuatan menyimpangnya juga dikarenakan rasa tidak adilnya Negara dengan dirinya. Namun beberapa orang mengatakan Kusni bukanlah penjahat patos karena akhir hayatnya ia melakukan taubat dalam agama Kristen. (Cerita ditayangkan di TV One pada tanggal 5 Oktober 2013 pukul 12.00 malam).



[1] Agung S.S Raharjo, Buku Kantong Sosiologi,  (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2009), hal.63
[2] Ratna Sukmayani dkk, Ilmu Pengetahuan Sosial 3, (Jakarta: Gramedia, 2008), hal. 86
[3] Prof. Dr. Saparinah Sadli, Perempuan kerja dan perubahan sosial, (Jakarta: Kalyanamitra,1997), hal. 243
[4].,ibid hal.245
[5] Ratna Sukmayani dkk, Ilmu Pengetahuan Sosial 3, (Jakarta: Gramedia, 2008), hal. 89
[6] Janu Murdiatmoko, Sosiologi: Memahami dan Mengkaji Masyarakat, (Jakarta: Grafindo, 2009), hal.5
[7] Bagja Waluya, Sosiologi: Fenomena di Masyarakat (Bandung: Setia Purna, 2007), hal. 2

Masyarakat Non Ideal

A.      PENGERTIAN MASYARAKAT NON IDEAL (SOCIO PATOLOGIS)
Masyarakat adalah golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan saling mempengaruhi satu sama lain.[1] Dalam literatur lain, disebutkan bahwa masyarakat adalah organisasi manusia yang berhubungan satu sama lain.[2] Yang membedakan antara masyarakat dan bukan masyarakat adalah adanya struktur dan sistem sosial. Dikatakan masyarakat kalau di dalam lingkungan sosial tersebut terdapat  struktur dan sistem sosial. Dimana sistem sosial itu akan mengatur dan mengontrol struktur yang ada, sehingga dapat dipastikan akan muncul yang namanya aturan (norma-norma), hak, dan kewajiban.
Adapun arti kata ideal dalam kamus peristilahan bahasa Indonesia adalah sesuai dengan cita-cita, sempurna, serasi, dan selaras.[3]  Dengan kata lain ideal adalah suatu situasi  kondusif yang sangat diharapkan. Sehingga dari pengertian di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa masyarakat non ideal adalah suatu masyarakat yang berada dalam lingkungan sosial dimana terdapat individu atau lembaga yang patologis (sakit) akibat dari kurang sadarnya akan struktur, sistem, dan norma yang berlaku di lingkungan tersebut,
B.       KONSEP MASYARAKAT NON IDEAL (SOCIO PATOLOGIS)
Sebelumnya, kita sudah pernah membahas bahwa konsep masyarakat ideal (ideal society) adalah konsep tentang masyarakat terbaik yang dicita-citakan. Dan biasanya konsep masyarakat ideal itu dipengaruhi oleh kondisi masyarakat pada waktu hidupnya.[4] Masyarakat ideal itu seyogianya juga disebut sebagai masyarakat yang normal. Selanjutnya, dalam pengertian ini, masarakat yang bagaimana yang disebut normal itu? Masyarakat disebut normal atau ideal apabila masyarakat itu dapat memenuhi  kebutuhan anggota-anggotanya, atau disebut juga sebagai masyarakat yang sehat. Dengan kata lain, dapat dikatakan sebagai masyarakat yang ideal apabila person atau individu di dalam masyarakat itu berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan mampu menjalankan interaksi dengan harmonis. Hal ini bisa dianalogikan seperti  dalam tubuh manusia yang organ-organnya normal.
Namun, konsep ini dalam kenyataannya sosial sulit dicapai, karena tidak akan pernah ada masyarakat  yang memuaskan seluruh anggotanya.[5] Sehingga di dalam masyarakat selalu ada penyimpangan sosial akibat dari kurang fahamnya peran seseorang ataupun kelompok dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial tersebut.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep masyarakat non ideal adalah sebuah kondisi sosial dimana individu-individu yang berada di dalamnya belum berhasil dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya (dapat adjustmen, yakni mampu memenuhi kebutuhannya dengan baik, menyesuaikan diri dengan norma dan nilai-nilai yang ada, dan mampu menjalin interaksi secara harmonis).
Adapun gejala dari adanya masyarakat non ideal adalah akibat dari timbulnya penyakit sosial. Dan penyakit itu dapat diartikan sebagai proses readjustment. Karena  respon terhadap bahaya itu bermacam-macam, maka ada bermacam-macam pula klasifikasi penyakit.
Secara biologic, penyakit dapat diartikan sebagai penyimpangan dari keadaan sehat. Sehat atau normal adalah suatu keadaan ideal yang tidak mungkin dicapai, tetapi dipandang sebagai keadaan yang paling diinginkan. Dalam sosiologi, masyarakat yang sehat dijadikan norma untuk menentukan deviasi. Tetapi mengenai apa yang disbut masyarakat yang sehat itu sukar diperoleh kata sepakat, karena kesehatan masyarakat tidak lepas dari kesehatan anggota-anggotanya.[6]
Selanjutnya, masyarakat yang terorganisir dengan baik dicirikan dengan adanya stabilitas, interaksi personal,  relasi sosial yang berkesinambungan, dan ada konsensus bertaraf tinggi di anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya masyarakat non ideal yang mengalami disorganisasi ditandai dengan perubahan-perubahan yang serba cepat, tidak stabil, tidak ada kesinambungan pengalaman antar kelompok, tidak ada intimitas organik dalam relasi sosial, serta kurang atau tidak adanya persesuaian diantara anggota masyarakat.[7]
Oleh karena itu, dapat kita tarik kesimpulan bahwa cermin dari masyarakat ideal adalah sebagaimana konsep masyarakat madani. Dan jika dalam suatu masyarakat tersebut bertolak belakang dengan konsep masyarakat medani, maka sudah jelas bahwa masyarakat tersebut adalah socio patologis.
C.      CONTOH KONKRET MASYARAKAT NON IDEAL
Seperti pemberitaan yang dimuat dalam media cetak maupun media elektronik, kita tahu bahwa hampir setiap hari di negara kita terjadi penyimpangan sosial. Seperti pencurian, pembunuhan, dan pemerkosaan. Tidak lain itu semua disebabkan karena adanya konsep masyarakat yang kurang ideal. Ketidak-ideal-an tersebut tentubya juga datang dari individu yang belum bisa menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosial itu sendiri.
Sebagai salah satu contoh yang terjadi dalam masyarakat Dolly di Surabaya. Nama Dolly sebenarnya berawal dari datangnya perempuan yag bernama Dolly Khavit (almh). Ia adalah seorang blasteran asal Malang, yang kerap dikenal dengan sebutan Mami Dolly. Perempuan ini konon bekas pelacur yang kawin dengan pelaut Belanda. Dan dia lah yang pertama kali merintis bisnis pelacuran di Surabaya, akhirnya persepsi masyarakat tentang tempat ini dikenal dengan sebutan “Gang Dolly”, padahal sebenarnya jalan ini bernama Kupang Gunung Timur[8]. Area lokalisasi ini kami angkat sebagai salah satu contoh masyarakat non ideal, karena individu-individu yang berada di dalam masyarakat tersebut belum berhasil dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, norma dan nilai-nilai yang berlaku. Lebih tepatnya aktivitas pelacuran yang berlangsung di dalam masyarakat tersebut termasuk ke dalam kategori penyimpangan sosial.
Adapun faktor utama yang menyebabkan semakin merebaknya PSK di Surabaya ini adalah karena ekonomi. Delimatis inilah yang membuat birokrasi pemerintah kesulitan mengentaskan warganya yang sudah terlanjur masuk lokalisasi, karena imbasnya tidak hanya kepada para PSK namun juga pendapatan penduduk sekitar, seperti pengurus kampung (RT, RW, Lurah, Camat, Muspika, Kamtib, Polsek, Koramil), maupun para pedagang kaki lima. Selain faktor ekonomi, persoalan inti mereka menjadi PSK adalah karena rendahnya pendidikan dan sempitnya lapangan pekerjaan. Dan juga banyak perempuan desa yang beraktivitas di Dolly karena mereka mempunyai masalah rumah tangga, suami yang tidak bertanggung jawab, pacaran di luar batas dan tidak adanya pilihan untuk bekerja karena tidak memiliki keterampilan sama sekali.
Dan menurut kelompok kami, salah satu treatment untuk mengatasi penyimpangan yang timbul dari masyarakat non ideal tersebut adalah berpusat pada pemerintah. Kami menganalogikan kasus lokalisasi ini seperti “tempat sampah”. Jika sampah tidak ada tempatnya, maka akan berserakan kemana-mana. Sehingga, kalaupun toh memang lokalisasi itu tidak bisa diberantas secara tuntas, setidaknya pemerintah harus tetap mengadakan pembinaan. Dan ketika ada di antara mereka yang mau berhenti menjadi PSK, maka pemerintah harus menyediakan dana usaha. Agar mereka bisa mengembangkan suatu usaha yang jauh lebih positif.

D.      PERAN KONSELOR DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT NON IDEAL (SOCIO PATOLOGIS)
Di awal telah dijelaskan bahwa masyarakat non ideal terbentuk karena kurangnya fungsional dari individu atau lembaga dalam peran sosial yang pelaksanaannya tidak optimal. Sehingga tidak sedikit individu dalam masyarakat yang melakukan penyimpangan sosial. Oleh karena itu, sebagai seorang konselor, kita tentunya akan dihadapkan dengan klien-klien yang bermasalah tersebut. Misalnya klien yang notabene nya adalah seorang PSK seperti yang dicontohkan di awal. Ketika si klien ingin berkonsultasi mengenai keadaan dirinya tersebut, ada dua hal yang harus diketahui oleh seorang konselor mengenai kondisi sosial, diantaranya:
1.    Realitas sosial, yaitu kumpulan fakta dan fenomena yang terjadi di masyarakat.
2.    Analisis sosial, yaitu jalan atau solusi untuk menangani ulasan tentang realitas sosial yang perlu diperbaiiki.
Tidak cukup hanya dengan mengetahui dua hal tersebut. Seorang konselor juga harus profesional dalam memberikan pelayanan konseling. Diantaranya adalah dengan memahami beberapa pendekatan yang akan digunakan dalam mengatasi masalah klien tersebut. Seperti pendekatan kognitif, afektif, maupun behavioristik.[9]
Pada dasarnya tugas seorang konselor mempunyai relasi yang mendasar dengan tugas seorang da’i. Yakni menyeru dan mengajak sesorang (klien) untuk tetap berada di jalan Allah. Ketika kita melihat realitas yang menunjukkan adanya penyimpangan sosial, maka tugas kita adalah memberikan pembinaan dan pendalaman agama, terutama mengenai nilai-nilai moral kemanusiaan. Karena mengingat beberapa fungsi dari Bimbingan Konseling adalah pencegahan dan pengentasan[10]
Namun tidak cukup sampai disitu, untuk menjadi konselor, seseorang harus mempunyai sifat sesuai syarat, diantaranya dapat memahami dan melaksanakan etika professional, mempunyai kesadaran diri dalam segi kompetensi dan nilai-nilai, memiliki karakteristik diri dan kemampuan, kesabaran untuk mendengarkan orang lain.[11]




















[1] Hassan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal. 47.
[2] Paul B. Horton dan Chester L. Hunt alih bahasa Aminuddin Ram dan Tita Sobari, Sosiologi, (Jakarta: Erlangga, 1984), hal. 59.
[3] M.D.J. Al-Barry, Kamus Peristilahan, (Surabaya: Indah, 1996), hal. 124.
[4] St. Vembrianto, Pathologi Sosial, (Yogyakarta: Paramita, 1984), hal. 9.
[5] St. Vembrianto, Pathologi Sosial, hal. 10.
[6] St. Vembrianto, Pathologi Sosial, hal. 11.
[7] Kartini Kartono, Patologi Social Jilid 1, (Jakarta: rajawali pers, 1997), hal. 4.
[8] Dikutip dari majalah ARA AITA DAKWAH edisi 49, hal. 24.
[9]  Gerald Corey, Teori dan Prektek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung:Eresko, 1988), hal. 13.

[10] Erman Amti Prayetno, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT.Asdi Mahasatya, 2004), hal. 196.
[11] Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal. 194.