Senin, 11 November 2013

Masyarakat Non Ideal

A.      PENGERTIAN MASYARAKAT NON IDEAL (SOCIO PATOLOGIS)
Masyarakat adalah golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan saling mempengaruhi satu sama lain.[1] Dalam literatur lain, disebutkan bahwa masyarakat adalah organisasi manusia yang berhubungan satu sama lain.[2] Yang membedakan antara masyarakat dan bukan masyarakat adalah adanya struktur dan sistem sosial. Dikatakan masyarakat kalau di dalam lingkungan sosial tersebut terdapat  struktur dan sistem sosial. Dimana sistem sosial itu akan mengatur dan mengontrol struktur yang ada, sehingga dapat dipastikan akan muncul yang namanya aturan (norma-norma), hak, dan kewajiban.
Adapun arti kata ideal dalam kamus peristilahan bahasa Indonesia adalah sesuai dengan cita-cita, sempurna, serasi, dan selaras.[3]  Dengan kata lain ideal adalah suatu situasi  kondusif yang sangat diharapkan. Sehingga dari pengertian di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa masyarakat non ideal adalah suatu masyarakat yang berada dalam lingkungan sosial dimana terdapat individu atau lembaga yang patologis (sakit) akibat dari kurang sadarnya akan struktur, sistem, dan norma yang berlaku di lingkungan tersebut,
B.       KONSEP MASYARAKAT NON IDEAL (SOCIO PATOLOGIS)
Sebelumnya, kita sudah pernah membahas bahwa konsep masyarakat ideal (ideal society) adalah konsep tentang masyarakat terbaik yang dicita-citakan. Dan biasanya konsep masyarakat ideal itu dipengaruhi oleh kondisi masyarakat pada waktu hidupnya.[4] Masyarakat ideal itu seyogianya juga disebut sebagai masyarakat yang normal. Selanjutnya, dalam pengertian ini, masarakat yang bagaimana yang disebut normal itu? Masyarakat disebut normal atau ideal apabila masyarakat itu dapat memenuhi  kebutuhan anggota-anggotanya, atau disebut juga sebagai masyarakat yang sehat. Dengan kata lain, dapat dikatakan sebagai masyarakat yang ideal apabila person atau individu di dalam masyarakat itu berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan mampu menjalankan interaksi dengan harmonis. Hal ini bisa dianalogikan seperti  dalam tubuh manusia yang organ-organnya normal.
Namun, konsep ini dalam kenyataannya sosial sulit dicapai, karena tidak akan pernah ada masyarakat  yang memuaskan seluruh anggotanya.[5] Sehingga di dalam masyarakat selalu ada penyimpangan sosial akibat dari kurang fahamnya peran seseorang ataupun kelompok dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial tersebut.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep masyarakat non ideal adalah sebuah kondisi sosial dimana individu-individu yang berada di dalamnya belum berhasil dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya (dapat adjustmen, yakni mampu memenuhi kebutuhannya dengan baik, menyesuaikan diri dengan norma dan nilai-nilai yang ada, dan mampu menjalin interaksi secara harmonis).
Adapun gejala dari adanya masyarakat non ideal adalah akibat dari timbulnya penyakit sosial. Dan penyakit itu dapat diartikan sebagai proses readjustment. Karena  respon terhadap bahaya itu bermacam-macam, maka ada bermacam-macam pula klasifikasi penyakit.
Secara biologic, penyakit dapat diartikan sebagai penyimpangan dari keadaan sehat. Sehat atau normal adalah suatu keadaan ideal yang tidak mungkin dicapai, tetapi dipandang sebagai keadaan yang paling diinginkan. Dalam sosiologi, masyarakat yang sehat dijadikan norma untuk menentukan deviasi. Tetapi mengenai apa yang disbut masyarakat yang sehat itu sukar diperoleh kata sepakat, karena kesehatan masyarakat tidak lepas dari kesehatan anggota-anggotanya.[6]
Selanjutnya, masyarakat yang terorganisir dengan baik dicirikan dengan adanya stabilitas, interaksi personal,  relasi sosial yang berkesinambungan, dan ada konsensus bertaraf tinggi di anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya masyarakat non ideal yang mengalami disorganisasi ditandai dengan perubahan-perubahan yang serba cepat, tidak stabil, tidak ada kesinambungan pengalaman antar kelompok, tidak ada intimitas organik dalam relasi sosial, serta kurang atau tidak adanya persesuaian diantara anggota masyarakat.[7]
Oleh karena itu, dapat kita tarik kesimpulan bahwa cermin dari masyarakat ideal adalah sebagaimana konsep masyarakat madani. Dan jika dalam suatu masyarakat tersebut bertolak belakang dengan konsep masyarakat medani, maka sudah jelas bahwa masyarakat tersebut adalah socio patologis.
C.      CONTOH KONKRET MASYARAKAT NON IDEAL
Seperti pemberitaan yang dimuat dalam media cetak maupun media elektronik, kita tahu bahwa hampir setiap hari di negara kita terjadi penyimpangan sosial. Seperti pencurian, pembunuhan, dan pemerkosaan. Tidak lain itu semua disebabkan karena adanya konsep masyarakat yang kurang ideal. Ketidak-ideal-an tersebut tentubya juga datang dari individu yang belum bisa menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosial itu sendiri.
Sebagai salah satu contoh yang terjadi dalam masyarakat Dolly di Surabaya. Nama Dolly sebenarnya berawal dari datangnya perempuan yag bernama Dolly Khavit (almh). Ia adalah seorang blasteran asal Malang, yang kerap dikenal dengan sebutan Mami Dolly. Perempuan ini konon bekas pelacur yang kawin dengan pelaut Belanda. Dan dia lah yang pertama kali merintis bisnis pelacuran di Surabaya, akhirnya persepsi masyarakat tentang tempat ini dikenal dengan sebutan “Gang Dolly”, padahal sebenarnya jalan ini bernama Kupang Gunung Timur[8]. Area lokalisasi ini kami angkat sebagai salah satu contoh masyarakat non ideal, karena individu-individu yang berada di dalam masyarakat tersebut belum berhasil dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, norma dan nilai-nilai yang berlaku. Lebih tepatnya aktivitas pelacuran yang berlangsung di dalam masyarakat tersebut termasuk ke dalam kategori penyimpangan sosial.
Adapun faktor utama yang menyebabkan semakin merebaknya PSK di Surabaya ini adalah karena ekonomi. Delimatis inilah yang membuat birokrasi pemerintah kesulitan mengentaskan warganya yang sudah terlanjur masuk lokalisasi, karena imbasnya tidak hanya kepada para PSK namun juga pendapatan penduduk sekitar, seperti pengurus kampung (RT, RW, Lurah, Camat, Muspika, Kamtib, Polsek, Koramil), maupun para pedagang kaki lima. Selain faktor ekonomi, persoalan inti mereka menjadi PSK adalah karena rendahnya pendidikan dan sempitnya lapangan pekerjaan. Dan juga banyak perempuan desa yang beraktivitas di Dolly karena mereka mempunyai masalah rumah tangga, suami yang tidak bertanggung jawab, pacaran di luar batas dan tidak adanya pilihan untuk bekerja karena tidak memiliki keterampilan sama sekali.
Dan menurut kelompok kami, salah satu treatment untuk mengatasi penyimpangan yang timbul dari masyarakat non ideal tersebut adalah berpusat pada pemerintah. Kami menganalogikan kasus lokalisasi ini seperti “tempat sampah”. Jika sampah tidak ada tempatnya, maka akan berserakan kemana-mana. Sehingga, kalaupun toh memang lokalisasi itu tidak bisa diberantas secara tuntas, setidaknya pemerintah harus tetap mengadakan pembinaan. Dan ketika ada di antara mereka yang mau berhenti menjadi PSK, maka pemerintah harus menyediakan dana usaha. Agar mereka bisa mengembangkan suatu usaha yang jauh lebih positif.

D.      PERAN KONSELOR DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT NON IDEAL (SOCIO PATOLOGIS)
Di awal telah dijelaskan bahwa masyarakat non ideal terbentuk karena kurangnya fungsional dari individu atau lembaga dalam peran sosial yang pelaksanaannya tidak optimal. Sehingga tidak sedikit individu dalam masyarakat yang melakukan penyimpangan sosial. Oleh karena itu, sebagai seorang konselor, kita tentunya akan dihadapkan dengan klien-klien yang bermasalah tersebut. Misalnya klien yang notabene nya adalah seorang PSK seperti yang dicontohkan di awal. Ketika si klien ingin berkonsultasi mengenai keadaan dirinya tersebut, ada dua hal yang harus diketahui oleh seorang konselor mengenai kondisi sosial, diantaranya:
1.    Realitas sosial, yaitu kumpulan fakta dan fenomena yang terjadi di masyarakat.
2.    Analisis sosial, yaitu jalan atau solusi untuk menangani ulasan tentang realitas sosial yang perlu diperbaiiki.
Tidak cukup hanya dengan mengetahui dua hal tersebut. Seorang konselor juga harus profesional dalam memberikan pelayanan konseling. Diantaranya adalah dengan memahami beberapa pendekatan yang akan digunakan dalam mengatasi masalah klien tersebut. Seperti pendekatan kognitif, afektif, maupun behavioristik.[9]
Pada dasarnya tugas seorang konselor mempunyai relasi yang mendasar dengan tugas seorang da’i. Yakni menyeru dan mengajak sesorang (klien) untuk tetap berada di jalan Allah. Ketika kita melihat realitas yang menunjukkan adanya penyimpangan sosial, maka tugas kita adalah memberikan pembinaan dan pendalaman agama, terutama mengenai nilai-nilai moral kemanusiaan. Karena mengingat beberapa fungsi dari Bimbingan Konseling adalah pencegahan dan pengentasan[10]
Namun tidak cukup sampai disitu, untuk menjadi konselor, seseorang harus mempunyai sifat sesuai syarat, diantaranya dapat memahami dan melaksanakan etika professional, mempunyai kesadaran diri dalam segi kompetensi dan nilai-nilai, memiliki karakteristik diri dan kemampuan, kesabaran untuk mendengarkan orang lain.[11]




















[1] Hassan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal. 47.
[2] Paul B. Horton dan Chester L. Hunt alih bahasa Aminuddin Ram dan Tita Sobari, Sosiologi, (Jakarta: Erlangga, 1984), hal. 59.
[3] M.D.J. Al-Barry, Kamus Peristilahan, (Surabaya: Indah, 1996), hal. 124.
[4] St. Vembrianto, Pathologi Sosial, (Yogyakarta: Paramita, 1984), hal. 9.
[5] St. Vembrianto, Pathologi Sosial, hal. 10.
[6] St. Vembrianto, Pathologi Sosial, hal. 11.
[7] Kartini Kartono, Patologi Social Jilid 1, (Jakarta: rajawali pers, 1997), hal. 4.
[8] Dikutip dari majalah ARA AITA DAKWAH edisi 49, hal. 24.
[9]  Gerald Corey, Teori dan Prektek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung:Eresko, 1988), hal. 13.

[10] Erman Amti Prayetno, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT.Asdi Mahasatya, 2004), hal. 196.
[11] Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal. 194.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar